05 April 2008

andre sudah pergi

Sabtu, 04.04.08, 08.47 PM

“Kak, kamu di mana?” suara Papa di seberang sana.
”Di rumah pa. Kenapa Pa?” jawabku heran. Perasaan tadi pagi Papa baru telepon deh, tadi siang juga sempat email-email’an di kantor.
”Lagi ngapain? Kamu sehat kan?”
”Sehat Pa. Baru abis berenang, nih teman-teman masih pada di rumah.“
“Mama lagi di Rumah Sakit Advent. Andre tabrakan. Meninggal.
“Andre mana Pa?“ setengah teriakku.
”Tante Dewi. Andrenya Tante Dewi”
”Ooh, nabrak orang, trus meninggal Pa?” tanyaku lagi mulai panik.
”Andrenya yang meninggal!” suara Papa mulai meninggi.
”HAHHH??!!. KENAPA PA? GIMANA? KOK BISA?”
”Iya. Dia naik motor. Sempat lama gak ada yang nolong, kepalanya pecah.” suara Papa terdengar sendu.
Aku terdiam beberapa detik.
”Ya Tuhanku.Ya ampun,, kok bisa ya Pa?” masih tanyaku gak percaya.
“Tante dan Uda itu uda tau Pa? Aduh, gimana perasaan mereka ya?”
“Ya udah, nanti papa kabarin lagi ya. Sekarang mau nyusul Mama ke rumah sakit. Kamu hati-hati ya. Daag”
”Iya Pa” kataku setengah suara.

Andre Manurung, hanya itu yang kutau. Aku gak pernah tau nama panjangnya. Sepupuku dari pihak Mama. Mamanya, Tante Dewi, adik kandung Mamaku.
Aku gak terlalu dekat dengan sosok Andre. Yang aku ingat, Andre, anak ke-2 dari 3 bersaudara. Anak laki-laki paling besar di keluarganya. Saat ini dia kuliah di salah satu Universitas Swasta di Medan. Tinggal di rumah Ompungnya, bersama kakaknya, Dewi. Tadinya mereka semua tinggal di Tarutung, kota kabupaten di Sumatera Utara. Kurang lebih 6 jam waktu tempuh dari Medan. Tapi sekarang hanya Mama, Papa dan adik bungsunya, Indra, yang masih tinggal di Tarutung, karena Papanya, Uda’ku, Uda Manurung masih bertugas di sana.

Waktu Andre masih kecil (kayaknya belum 1 tahun umurnya waktu itu) pernah tinggal di rumahku di Medan. Mereka sekeluarga sempat meramaikan rumah mungil kami, waktu itu masih di Kapten Muslim, Medan. Tak terlalu lama memang. Hanya hitungan bulan. Lalu mereka pindah ke rumah mereka sendiri di daerah Mandala, Medan. Kemudian aku dengar mereka sudah menetap di Tarutung, mutasi kerja Uda Manurung.

Andre yang kukenal adalah Andre yang pendiam, tidak terlalu banyak bicara jika ada pertemuan keluarga (di Tarutung), malah tidak terlalu suka berkumpul seperti kebiasaan kami yang bersepupu banyak. Terakhir kali aku bertemu dengannya, sekitar tahun 2004, aku lupa tepatnya di bulan apa. Waktu itu aku liburan ke Medan, refreshing dulu sebelum nyelesain skripsi. Lalu aku diajak Mama ke Tarutung dan sempat singgah di rumahnya, dekat Lapo Sona, salah satu Lapo yang cukup terkenal di kota Tarutung. Kami gak terlalu banyak ngobrol waktu itu. Yang kuingat, dia sempat disuruh Mamanya membelikan kami sarapan, mie goreng Selecta-Chinnese Food yang cukup terkenal enak di Tarutung. Setelah itu dia langsung pergi, tanpa banyak bicara. Yang aku dengar dari Indra, saat itu dia sedang keranjingan trek-trekan kereta (motor kalau di Jakarta):)

Yah begitulah, gak terlalu banyak yang aku tau soal Andre.
Terakhir tadi yang kudengar dari Mama (sekitar jam 21.46) Andre sedang disuntik formalin. Akan disemayamkan di rumah Ompung dari pihak Papanya. Rencananya akan dimakamkan Minggu pagi. Ternyata tadi siang sepulang kuliah dia ditabrak lari (masih belum jelas juga siapa yang nabrak dan ditabrak) di daerah Petisah. Sempat lama dibiarkan begitu saja. Atas kebaikan beberapa pedagang kaki lima di situ, dia dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Kemudian mereka yang menghubungi kakaknya, Dewi, setelah mereka cari tahu di Hpnya (Hp itupun katanya sekarang hilang:(. Dewi sempat merawat adiknya di ruang ICCU. Kalimat terakhir Andre sebelum pergi ”Wi,,, kepalaku sakit. Sakit kali...”. Andre pergi untuk selamanya sekitar jam setengah delapan malam.

Yang pasti, yang kurasakan saat ini,,, ah... Andre. Usiamu masih terlalu muda ’dek. Mungkin belum genap 21 tahun. Tapi kau sudah harus pergi, meninggalkan perih di hati Papa, Mama, Kakak, Adik dan keluarga besarmu.
Aku tak bisa bayangkan gimana perasaan Tante Dewi saat ini. Tanteku, Ibu yang melahirkanmu. Yang aku dengar dari Mama, Tante dan Uda masih on the way ke Medan. Dan kata Mamaku lagi, Tante sudah pingsan berkali-kali sejak mendengar ’kepergianmu’. Entahlah, aku belum sanggup menelponnya untuk sampaikan duka citaku. Mendengar suara parau Mamaku yang nangis sejak tadi saja sudah buatku kehilangan semangat untuk menikmati wikenku kali ini.

Selamat jalan Andre Manurung,,,
Mungkin aku akan lebih mengenalmu nanti,,, kelak.
Sampai bertemu lagi di Rumah Bapa.

Thank You LORD,
for everything You have done for my sweet brother, Andre.
Please forgive him.
I believe, he is living in Your Kingdom now, and forever.
Amen.

PS: Dibalik semua pedihku, ternyata masih ada pedih lain yang ternyata lebih pedih.
Aku mau terus bersyukur untuk semua kepedihan itu.





2 comments:

  1. sorry to read your post dear...
    my deepest sympathy for your family

    ReplyDelete
  2. thank u so much miss rinaaulia

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar apa saja ttg blogku.
Please jangan anonim**

Kindly leave ur comments here.
please don't be anonymous :-)

Many thanks ya ^_^